Minggu, 30 Desember 2012

AL-HABIB ABUBAKAR BIN HASAN ALATAS AZ-ZABIDI



AL-HABIB ABUBAKAR BIN HASAN ALATAS AZ-ZABIDI



Al-Habib Zain bin Smith saat berkunjung ke rumah Al-Habib Abubakar mengatakan: Al-Habib Abubakar punya guru yang usianya lebih dari 150 tahun di Zabid,  beliau wafat dalam keadaan indah,  matanya masih melihat dengan baik,  pendengarannya masih berfungsi dengan baik,  kakinya tidak lumpuh

Al-Habib Abubakar bin Hasan bin Abubakar bin Abdullah Alatas Az-Zabidi Al-Hindi mengatakan:Majelis yang berkah ditandai dengan kuatnya keinginan jama’ah untuk selalu hadir dan mendapatkan ilmu.  Zaman sekarang ini semakin parah permasalahannya butuh ulama yang bukan hanya mampu berkhutbah jum'at/ceramah,  namun zaman sekarang butuh ulama yang mampu membuat tenang umat...  butuh ulama yang mampu membedakan dan mengamalkan hal yang halal,  makruh,  syubhat dan haram.

Haul KH.  Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Warung Sila ciganjur dihadiri Al-Habib Abubakar bin Hasan Alatas Az-Zabidi.  Dulu ketika almarhum diangkat menjadi presiden RI orang pertama yang beliau telpon adalah Al-Habib Abubakar bin Hasan Alatas Az-Zabidi. Ini menandakan begitu dekatnya hubungan beliau dengan Gus Dur.

Pengajian Habib Abubakar bin Hasan Alatas merupakan pengajian yang cukup fenomenal di kota Depok. Pengajian yang rutinanya diadakan setiap hari Ahad sore yang berlokasi di kediamannya, Jln Karya Bakti, Tanah Baru, selalu dihadiri ribuan jama’ah. Tanpa poster dan spanduk, hanya dari mulut ke mulut, tapi pengikutnya hampir semua usia dari wilayah Jabodetabek. 

Habib Abubakar bin Hasan Alatas, yang telah 30 tahun berdakwah dari satu kota ke kota lain hampir di seluruh wilayah Indonesia, adalah habib senior yang disegani. Kiprahnya di wilayah Tanah Baru, kota Depok, baru dimulai setahun yang lalu dan langsung menjadi berkah bagi warga Tanah Baru.

Orang-orang dhu’afa’ yang berada di sekitar tempat tinggal Habib Abubakar langsung merasakannya, mereka mendapat kemudahan dalam hal pengobatan dan bantuan modal usaha. Roda ekonomi penduduk langsung berdenyut karena setiap pengajian dibutuhkan sekian puluh ribu konsumsi yang semuanya dipesan dari para tetangga.

Pada Ahad 5 Juni 2011, dilakukan penutupan majelis, karena Habib Abubakar akan pergi ke Ternate dan daerah binaan lainnya yang tersebar di Indonesia Timur. Suasana berlangsung haru, Habib Abubakar minta dimaafkan dan didoakan agar perjalanannya ke Indonesia Timur diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT. Satu per satu jama’ah diberi kesempatan bersalaman.

Penutupan majelis pada sore hari itu memang dipenuhi dengan kesyahduan dan nuansa kehilangan. Ia pernah berucap, majelis yang selalu dirindui oleh jama’ahnya berarti Rasulullah SAW selalu hadir di majelis tersebut.


Ikhlas untuk Mengaji

Hampir setiap Ahad sore, seluruh peserta pengajian dengan khidmat dan tekun mendengarkan uraian yang disampaikan oleh Habib Abubakar. Ia menggunakan kitab tasawuf karangan gurunya, Al-Habib Zain bin Smith, dan sudah dua kitab dikhatamkan.

Putranya, Habib Hasan bin Abubakar, membacakan kitab tersebut lalu ia menjelaskan paragraf demi paragraf.

Sebelum pembahasan kitab, diadakan taushiyah, yang secara bergiliran disampaikan oleh tiga atau empat ulama kota Depok. K.H. Abdurrahman Nawi, pemimpin Pesantren Al-Awwabin, juga sering memberikan taushiyah. Begitu juga K.H. Zainuddin, pemimpin Pesantren Al-Hamidiyah.

Dalam salah satu kesempatan Habib Abubakar pernah menguraikan ciri-ciri majelis yang berkah. Salah satunya, pesertanya merasa rindu akan datangnya hari digelarnya pengajian majelis tersebut. Sebagaimana dialami Ibu Anis, salah seorang murid Habib Abubakar, yang istiqamah mengaji, “Kita ingin saja agar cepat waktu ta’lim datang.” 

Keberkahan majelis juga dapat dilihat dengan begitu senangnya orang-orang datang dari berbagai penjuru, para tetangga dan aparat juga merasa senang melihat kampung mereka ramai didatangi orang, suara dzikir dan pujian kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW bergema setiap saat.

Habib Abubakar tak pernah mempublikasikan atau membuat poster dan spanduk ihwal pengajiannya, karena ia yakin bahwa Allah SWT akan menggerakkan hati setiap orang yang ikhlas untuk mengaji.

Rendah hati dan tidak mau menonjol, itulah ciri Habib Abubakar, yang sudah kenyang dengan asam garam perjuangan dan cobaan dakwah.

Ketika alKisah membujuknya untuk melakukan wawancara khusus, ia menolak, dengan alasan tidak ingin menonjol. Tapi, karena pengalaman dakwah, keilmuan, dan ketokohannya begitu penting untuk diketahui umat, agar bisa dijadikan teladan dan pelajaran yang berharga, Habib Abubakar bersedia diwawancarai.


Bermula dari Ujung Timur

Dalam suatu kesempatan setelah menguraikan beberapa keutamaan silsilah Baginda Rasulullah SAW, yang nasabnya sangat dijaga oleh Allah SWT, Habib Abubakar mengisahkan betapa ia digembleng begitu keras oleh orangtuanya untuk taat kepada aturan agama.

Kisahnya, Habib Abubakar, yang menuntut ilmu di tiga kota, yaitu Makkah, Tarim, dan Kairo, ketika kecil pernah mendapat uang di tengah jalan.  Sebagai anak kecil, ia merasa senang, karena dapat uang, yang mungkin tercecer. Lalu ia membeli makanan kesukaannya.

Sesampai di rumah, hal itu ia ceritakan kepada uminya.  Uminya marah besar, “Tak pantas jasadmu menerima barang yang tak jelas.”  Uminya mengganti uang yang didapat itu dan menyuruhnya menempatkan di mana ia menemukan sebelumnya.  Begitulah, dalam keluarga ia dididik dengan sebaik-baik didikan.

Habib Abubakar mengingatkan, barang yang meragukan (syubhat) saja, kita harus hati-hati, apalagi yang haram.

Setelah menuntut ilmu di Timur Tengah, Habib Abubakar memulai dakwah di daerah yang keras dan penuh tantangan, yaitu Papua. Tidak sedikit ujian, tantangan, dan ancaman yang diterimanya.

Lima tahun di Papua, ia pindah ke Ternate.  Setelah sekitar lima atau enam tahun, ia melanjutkan dakwah ke Ambon, Morotai, lalu pindah ke Makassar, kemudian menyeberang ke Kalimantan, Banjar.  Tak pelak lagi, di kawasan timur Indonesia nama Habib Abubakar sangat disegani dan disayangi.  Sebelum menetap di Tanah Baru, kota Depok, ia berdakwah di Surabaya.

Pada penutupan majelis hari Ahad, salah seorang muridnya, Habib Muhammad Assegaf, memimpin pembacaan Maulid Simthud Durar, ratusan muridnya khusus terbang dari Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa Timur, untuk menghadiri majelisnya. Dan tidak sedikit pula pejabat kota Depok, sipil dan militer, hadir di majelis tersebut.

K.H. Abdurrahman Nawi, yang menyampaikan taushiyah, mendoakan agar kepergian Habib Abubakar ke Ternate dan sekitarnya, kelak pulangnya bisa membawa bekal yang lebih banyak dan berkah bagi warga Depok. Ia mensyukuri, warga Depok mendapatkan guru yang sangat dalam ilmunya dan terpuji akhlaqnya serta teruji komitmen dakwahnya. “Mari kita berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar beliau selalu dijaga oleh Allah SWT dan pulang kembali ke Depok dengan selamat untuk terus menularkan ilmunya kepada warga Depok, yang sangat membutuhkan seorang guru besar seperti beliau,” ujar Kiai Abdurrahman Nawi dengan suara bergetar.

Tidak sedikit jamaah ta’lim yang menangis terharu ketika bersalaman dengan Habib Abubakar, mereka akan ditinggal dalam waktu yang cukup lama, karena majelis baru akan dibuka lagi pada 11 September 2011.


Kebesaran Hati As-Sayyid Al-Habib Muhammad Alawi al-Maliki



Kebesaran Hati As-Sayyid Al-Habib Muhammad Alawi al-Maliki



Majalah Aljami’ah Almadinah Almunawwaroh, pernah memuat sebuah artikel dari seorang pakar, yaitu Dr. Abdul Qodir Assindi (Madinah) yang berisi kecaman, hinaan, dan penghakiman terhadap pemikiran dan pribadi Sayyid Muhammad Alawi Almaliki, sebagai propaganda yang mengarah pada perbuatan bid’ah. Tentu saja artikel itu mendapat banyak perhatian publik sekaligus mengundang keresahan umat. Sehingga beberapa ulama’ dan tokoh-tokoh pembesar menelpon seraya menghibur Sayyid Muhammad “jangan risau dan tidak usah menghiraukan tulisan Assindi”, tidak ketinggalan beberapa santri beliau juga merasa geram dengan ulah Assindi. 

Namun Syaikh Muhammad hanya menanggapi dengan senyum. Selang satu bulan berikutnya, Sayyid Muhammad mengajak beberapa santri pergi ke Madinah, sebelum berangkat beliau mmerintahkan agar memasukkan lembaran-lembaran uang kertas ke dalam tas. Sesampainya di jalanan kota Madinah, beliau berhenti di sebuah rumah. Para santri tidak ada yang tahu rumah siapa itu. Setelah disambut oleh tuan rumah, terlihat adanya perbincangan yang cukup akrab antara Sayyid Muhammad dan tuan rumah, sehingga terkesan keduanya sudah kenal lama dan akrab.

Maaf, Apakah benar ini rumah tuan Dr. Abdul Qodir Assindi?. Tanya Sayyid Muhammad.

Iya betul. Saya sendiri. Jawab tuan rumah.

Kalau begitu, mohon terimalah ini. Kata Sayyid Muhammad sambil menyerahkan satu tas uang yang sudah dipersiapkan dari rumah.

Rupanya keduanya belum saling mengenal, dan ternyata rumah itu adalah rumah Dr. Abdul Qodir Assindi yang beberapa waktu lalu telah mengecam habis-habisan Sayyid Muhammad lewat tulisannya di Majalah Aljami’ah Almadinah Almunawwaroh.

Setelah memberikan tas yang berisi uang tersebut, Sayyid Muhammad langsung berpamitan, Sehingga Dr. Abdul Qodir Assindi belum berkesempatan menanyakan nama tamunya. Ia juga sama sekali tidak menyangka bahwa tamu yang datang memberinya uang dalam jumlah yang cukup banyak itu adalah Sayyid Muhammad, orang yang telah ia cabik-cabik nama baik dan harga dirinya di media.

Tidak lama kemudian, terlihat Assindi lari mengejar dan menghampiri Sayyid Muhammad yang saat itu masih ada di jalan depan, lalu ia merangkul Sayyid Muhammad dan memeluknya erat, sambil sesunggukan ia berkata, “Anda tentu Sayyid Muhammad Almaliki, kini saya yakin sepenuh hati, bahwa anda adalah keturunan Rasulullah, sebab tidak ada yang membalas cacian dan hinaan dengan hadiah, kecuali ia adalah keturunan Rasulullah. Saya tidak meragukan lagi keagungan pribadi Anda wahai Sayyidi.

Assindi larut dalam haru, ada rasa tak percaya, ada kekesalan, ada rasa malu, ada kekaguman yang besar, semua berpadu dalam satu nuansa yang membawa jiwa dan hatinya menjadi yakin bahwa orang yang dihadapannya adalah benar-benar orang pilihan, berhati mulia dan mempunyai pribadi yang mengagumkan. Sayyid Muhammad bagi Assindi adalah orang yang memiliki kebesaran hati yang sepadan dengan ketinggian ilmunya, begitu legowo memaafkan dirinya yang jelas-jelas telah mempermalukannya melalui media. Anggapan dan tuduhan sebagai penyebar bid’ah hanyalah kebohongan semata. Sungguh luar biasa.

Para santri yang saat itu diajak Sayyid Muhammad ke Madinah yang ternyata untuk menemui Dr. Abdul Qodir Assindi merasa kagum dan bangga atas apa yang mereka saksikan. Sang guru telah mempertontonkan sesuatu yang luar biasa, sebuah keteladanan di hadapan mereka. Lisanul hal afshohu min lisanil maqol. Waallohu a’lam


sumber: kangmahfudz.co.cc

Jumat, 28 Desember 2012

Perhatikanlah Dengan Seksama



Perhatikanlah Dengan Seksama 



Gambar ini perlu disebarluaskan. Karena Banyak sekali kaum hawa yang mengabaikan/tidak memperhatikan masalah ini, kasihan mereka, sholat batal terus. sehingga perlu sekali bagi para Da'i dan Da'iyyah untuk menjelaskannya. 



Silakan dengan senang hati, monggo dishare, dicopas, ditag terserah antum… selama itu bermanfaat menurut kalian semoga menjadi amal ibadah buat kita semua Aamiin.