Tampilkan postingan dengan label Al-Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al-Qur'an. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Agustus 2013

KARAMAH AL-HABIB ABDURRAHMAN BIN ABDULLAH AL-HABSYI (CIKINI)

KARAMAH AL-HABIB ABDURRAHMAN BIN ABDULLAH AL-HABSYI (CIKINI)



Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi terlahir di Semarang dan wafat di Cikini, Jakarta pada tahun 1296 H/1879 M. Beliau adalah ayah dari Habib Ali Kwitang. Makam beliau terbilang unik, karena masjid atau makamnya berada di tengah-tengah proyek pengembangan apartemen di daerah Cikini Jl. Raden Saleh Jakarta.

Berikut adalah hasil wawancara Muh Subki Balya dengan Bapak Ansori, orang yang diserahi ahli bait untuk merawat masjid, pada bulan Ramadhan tahun 1434 H:

“Bahwa berdirinya masjid ini panjang dan katanya perebutan lahan ini dulu sampai berdarah, tetapi tiada stasiun TV manapun yang meliputnya. Ada seorang kaya yang berniat menggusurnya.

Sengketa tidak boleh digusur dan mau menggusur berlanjut. Sampai akhirnya yang berkuasa duit berhasil mau memindahkan makam Habib Abdurahman. Alat berat bego (alat mobil berat) dikerahkan sungguh di luar rasio akal sehat. Mobil bego itu patah.

Kemudian diambilkan mobil bego yang lebih baru dan lebih sehat. Benar-benar karamah Habib Abdurahman bin Abdullah al-Habsyi telah nampak. Mobil bego yang lebih layak dan sehat itu patah juga, bahkan patahannya hampir menyambar operator alat bego itu.

Ketika peristiwa tersebut mereda, terjadi keributan yang keduakalinya. Orang berduit itu tetap hendak mengeruk lahan tanah yang di situ terdapat makam Habib Abdurrahman. Ternyata keluarlah sumber air dari kerukan tersebut. Dari peristiwa itu dibangunlah sebuah masjid oleh keluarga di samping makam Habib Abdurrahman al-Habsyi.

Kisah unik irasional terjadi kembali. Saat pembangunan batas antara masjid dengan proyek, tepatnya di tikungan jalan tidak kunjung mengering. Air terus menggenang sehingga tidak dapat melakukan pengecoran pondasi, kurang lebih hingga 3 bulan lamanya. Saat itulah dari pihak kontraktor baru mau meminta izin sekedar berdoa di makam. Setelah itu air pun surut dan pembangunan pagar bisa dilaksanakan.”

Kejadian unik lain diceritakan pula oleh Bapak Ansori sebagai berikut:

“Ada seorang petani dengan mengendarai sepeda motor hendak melihat tanaman cabainya yang dikira sudah cukup umurnya untuk dipanen. Namun setelah meninjau berulangkali tanaman cabainya itu tidak kunjung dapat dipanen.

Datanglah ia ziarah ke makam Habib Abdurahman bin Abdullah al-Habsyi. Kemudian ia meminta kaleng yang bisa digunakan untuk mengambil air di makam Habib Abdurrahman.

Sepulangnya di rumah, air seberat kaleng cat itu dioplos (dicampurkan) dengan air yang digunakan untuk menyirami tanaman cabai. Alhamdulillah setelah itu tanaman cabainya bisa panen. Dari kejadian itu lantas ia ziarah kembali ke makam Habib Abdurahman al-Habsyi dengan membawa tumpeng sekedar berbagi rizki untuk selamatan atau tasyakuran.”


SEKILAS MANAQIB AL-HABIB ABDURRAHMAN BIN ABDULLAH AL-HABSYI

Habib Cikini, begitulah sebutan yang biasa diucapkan banyak orang untuk sosok al-Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi. Beliau terlahir dari keluarga al-Habsyi pada cabang keluarga al-Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib. Ia generasi pertama dari garis keturunan keluarga yang terlahir di Nusantara atau generasi kedua yang telah menetap di negeri ini.

Nasab lengkapnya adalah Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad al-Ashghar bin Alwi bin Abubakar al-Habsyi.

Sebuah sumber tulisan menyebutkan bahwa kakeknya yang bernama Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi adalah yang pertama kali datang dari Hadhramaut dan menetap di Pontianak dan kemudian menikah dengan seorang putri dari keluarga Kesultanan Pontianak. Itu artinya, Habib Cikini adalah generasi kedua yang terlahir di Nusantara atau generasi ketiga yang menetap di sini.

Tulisan lainnya menyebutkan bahwa Habib Muhammad, kakeknya, ikut mendirikan Kesultanan Hasyimiyah Pontianak bersama keluarga al-Qadri.

Dalam catatan pada kitab rujukan “Nasab Alawiyyin” susunan Habib Ali bin Ja’far Assegaf ditulsikan, berdasarkan keterangan Habib Ali Kwitang yang mendapat informasi dari Habib Alwi (tinggal di Surabaya, sepupu dua kali Habib Ali Kwitang) bin Abdul Qadir bin Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi, disebutkan, Habib Muhammad bin Husein wafat di Tarbeh, Hadhramaut. Kitab Habib Ali bin Ja'far juga menuliskan dengan jelas bahwa Habib Abdullah (Ayah Habib Cikini) adalah seorang kelahiran Hadhramut, tepatnya di Tarbeh. Berdasarkan berbagai keterangan di atas, jelaslah “Habib Cikini” adalah generasi pertama dari garis keturunan keluarganya yang dilahirkan di Nusantara.

Silsilah Habib Abdurrahman bin Abdullah al-Habsyi adalah: al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Hadi bin Ahmad al-Habsyi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Assadullah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra binti Rasulullah Saw.

Habib Cikini sering juga disebut sebagai “Putra Semarang”. Selain pernah menetap di Pontianak, Habib Abdullah bin Muhammad al-Habsyi (ayah Habib Cikini) yang semasa hidupnya memiliki aktivitas berdagang antar pulau, juga pernah menetap di Semarang. Namun dari sebuah tulisan menyatakan bahwa ia menikah pertamakali di Semarang.

Sebuah naskah juga menyebutkan, ibu Habib Cikini adalah seorang syarifah dari keluarga Assegaf di Semarang. Dan memang, Habib Cikini sendiri diketahui sebagai putra kelahiran Semarang. Ini berkaitan dengan catatan lainnya yang menyebutkan: “Ia wafat di Laut Kayong (daerah Sukadana, Kalimantan) pada 1249 H, atau bertepatan dengan tahun 1833 M.”

Keterangan yang disebutkan terakhir tampaknya lebih mendekati kebenaran, sebab wilayah Sukadana berseberangan langsung dengan kota Semarang di Pulau Jawa, dan Kota Semarang merupakan kota kelahiran Habib Cikini. Hal ini juga selaras dengan keterangan bahwa Habib Abdullah wafat saat berlayar dari Pontianak ke Semarang. Pada Catatan itu juga disebutkan, ia wafat saat berperang dengan “lanun”, sebutan orang Pontianak terhadap para perompak laut.

Habib Cikini juga memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Habib Syech dan Raden Saleh. Diantara sejarah kehidupan Habib Cikini yang didapat dari sejumlah sumber adalah bahwa ia sahabat karib Habib Syech bin Ahmad Bafaqih (Botoputih-Surabaya). Hal tersebut diantaranya dicatat dalam catatan kaki Ustadz Dhiya’ Shahab dalam bukunya  “Syams adz-Dzahirah”.

Begitupula menurut penulis Belanda bernama L.W.C Van Den Berg dalam buku “Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes” yang menyebutkan bahwa Habib Syech pernah menetap di Batavia selama kurang lebih 10 tahun.

Sya’roni As-Samfuriy, Subang 13 Agustus 2013

Disadur dari:


Koleksi foto-foto pembongkaran dan pemugaran Makam dan Masjid Habib Cikini bisa dilihat di sini:



Selasa, 25 Desember 2012

MEMBENTUK GENEASI INTELEKTUAL QUR'ANIC



MEMBENTUK GENEASI INTELEKTUAL QUR'ANIC

 

Al-Qur'an sebagai "Hudal Linnas (هدى للناس) dapat memberikan bimbingan dan petunjuk kepada manusia untuk bisa memecahkan setiap permasalahan hidupnya (problem solving). Namun, itu memerlukan penafsiran Al-Qur'an secara baik dan benar berdasarkan pendekatan-pendekatan (approach) ilmu tafsir itu sendiri supaya orang-orang atau kelompok-kelompok manusia tidak mentafsirkan Al-Qur'an secara sembarangan berdasarkan kepentingan hawa nafsunya, yang akibatnya akan membawa kesesatan dan merugikan Islam sendiri.

Dengan demikian, untuk membentuk Generasi Intelektual Qur'anic, maka kita harus mengetahui dan mengkaji pendekatan-pendekatan tersebut. Adapun pendekatan-pendekatan yang ada di dalam kitab tafsir Al-Qur'an itu beraneka ragam, yaitu:

1.      Pendekatan Sejarah (Historical Approach), seperti: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Qurthubi dll.
2.      Pendekatan Sosial (Social Approach), seperti: Tafsir Jalalain, Tafsir Munir, Tafsir Al-Maroghi dll.
3.      Pendekatan Saintifik (Scientific Approach), seperti: Tafsir Al-Jawahir.
4.      Pendekatan Sufi (Sofistic Approach), seperti: Tafsir Ruhul Ma'ani / Tafsir Alusi.
5.      Qur'anic Approach (Pendekatan Al-Qur'an), seperti: Tafsir Adwa'ul Bayan.
6.      Pendekatan Hadits (Hadits Approach), seperti: Tafsir Ad-Durrul Manshur dll.
7.      Dan sebagainya.

Begitupula seorang generasi Intelektual Qur'anic harus memahami metode-metode yang terdapat di dalam penafsiran Al-Qur'an. Adapun metode-metode penafsiran Al-Qur'an itu beraneka ragam, namun pada dasarnya terbagi kepada 4 bagian besar, yaitu:

1.      Al-Manhaj At-Tahlily (Metode Analistis).
2.      Al-Manhaj Al-Ijmaly (Metode Global).
3.      Al-Manhaj Al-Muqorin (Metode Komperatif).
4.      Al-Manhaj Al-Maudhu'i (Metode Topikal).

Untuk lebih jelasnya mengenai ke-4 metode tersebut di atas bisa juga dilihat di link ini:http://nashir6768.multiply.com/journal/item/6
 
Thobary Syadzily