Tampilkan postingan dengan label SUMBER PERPECAHAN DALAM ISLAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SUMBER PERPECAHAN DALAM ISLAM. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Januari 2013

BURDAH KA'AB BIN ZUHAIR RA



BURDAH KA'AB BIN ZUHAIR RA



Memetakan hak-hak Allah dan RasulNya adalah satu diantara tujuan penting dalam aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Tidak heran jika beberapa orang dengan intuisi sastra transcendent (sufi) menuangkan buah tulisannya perihal hubungan dirinya dengan Allah dan RasulNya. Jika saja kita dapat merangkai sebuah tema sentral mengenai tujuan hidup kita, tak lain mencerna serta memahami perilaku salik (orang yang menuju ridlo Allah) untuk mencapai Akhlaqul Karimah. Lewat karya-karya sastra merekalah kita bisa meneguhkan aqidah kita.

Memuji Rasulullah adalah sebuah hal terpuji. Para sahabat Rasulullah seringkali mengungkapkan pujian kepada Rasulullah dalam gubahan syair di depan beliau, bahkan menyampaikannya ketika sedang berada di masjid. Rasulullah pun senang dengan pujian syair yang mereka lantunkan. Terdapat beberapa sahabat yang dikenal sebagai penyair di era nabi, diantaranya adalah Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Rowahah, dan Ka'ab bin Zuhair. Sebuah syair yang terkenal dalam memuji Rasulullah adalah syi'ir Ka'ab bin Zuhair yang dikenal dengan "banat su'ad". Syair ini secara keseluruhan berjumlah 34 bait.

Ka’ab bin Zuhair adalah seorang penyair. Sebelum memeluk Islam, ia pernah membuat tiga bait syair yang membuat nabi murka dan menghalalkan darahnya. Dalam syair itu, ia mencela kakaknya, Bujair bin Ka’ab yang telah masuk islam setelah bertemu nabi termasuk celaan kepada Abu Bakar as-Shiddiq. Ketika syair ini sampai ke telinga Rasulullah, beliau berkata, “siapa yang bertemu Ka’ab, maka bunuhlah dia”. Mendengar nabi saw murka, Bujair mengirimkan sebuah surat kepada adiknya tentang sabda Nabi tersebut dan mengajaknya untuk masuk Islam. Maka ia pun datang ke kota Madinah untuk menyatakan Islamnya dan menemui nabi yang ketika itu sedang berada di masjid. Ia pun menyatakan keislamannya di depan nabi dan merubah isi syair yang mencela Abu Bakar lalu melantunkan sebuah syair yang keindahannya diakui oleh para pakar bahasa, yang diawali dengan bait banat su’adu fa qolbil yauma matbulu.

بانت سعاد فقلبي اليوم متبول
متيم إثرها لم يفد مكبو ل.
ان الرسول لسيف يستضاء به
مهند بسيف من سيوف الله مسلول

Ketika Ka’ab sedang melantunkan syairnya tersebut, Rasulullah memberi isyarat kepada sahabatnya untuk mendengarkan, bahkan Rasulullah lalu memberikan hadiah berupa sebuah burdah. Cerita tentang Ka’ab bin Zuhair diriwayatkan selengkapnya oleh al-Hakim dalam al-mustadrok ala ash-shohihain, juga disebutkan dalam al-ishobah karangan Ibnu Hajar al-Asqollani dan usdul ghobah karya Ibnul Atsir.

Dari cerita di atas, dapat kita lihat bahwa bersyair yang berisi pujian untuk Rasulullah bukan merupakan hal tercela. Rasulullah sendiri senang dengan pujian yang ditujukan padanya dan menyuruh para sahabat untuk menyimaknya meskipun syair itu disampaikan di dalam masjid. Tidak berhenti di situ, Rasulullah pun memberikan hadiah untuk sang penggubah syair Ka’ab bin Zuhair.

Tentang syirik yang dituduhkan mereka kepada al-Imam al-Bushiri karena menyifati makhluknya (baca: Rasulullah) dengan sifat Allah dan menisbahkan pekerjaan yang hak Allah. Seperti Rasulullah sebagai makhluk disifati sebagai pemberi hidayah, syafa’at dan semisalnya, justifikasi syirik tersebut disebabkan kesalahan mereka dalam memahami bait-bait pujian tidak dengan proporsional.

Mereka menggunakan dalil sebuah hadits, “jangan berlebihan dalam memujiku seperti orang nashrani memuji Isa putra Maryam”. Hadits ini bukanlah larangan dalam berlebihan memuji nabi, tetapi larangan untuk menuhankan Rasulullah sebagaimana kaum nashrani menuhankan nabi Isa alaihis salam. Bukankah Allah sendiri telah menyebut hambanya tersebut dengan sebutan ro’uf dan rohim dalam al-Qur’an, padahal Allah pemilik sifat rohim seperti tersebut dalam basmalah?

Diantara kesesatan nalar itu adalah menyalahkan saudara seiman karena membaca syair meskipun bacaan tersebut berisi pujian untuk nabi Muhammad saw. Pujian kepada Rasulullah dianggap oleh kaum extremist terlalu berlebihan dan fakta di lapangan telah diclaim ke dalam kekafiran atau syirik karena menyekutukan Allah, mencampur aduk sifat Allah atau menisbahkan sebuah pekerjaan yang hanya merupakan pekerjaanNya kepada makhluknya. Al-Imam al-Bushiri, pengarang qasidah yang dikenal dengan nama burdah, sering menjadi sasaran kritik dalam masalah ini. Mereka bahkan mengatakan bahwa burdah adalah qasidah syirik, tidak lain hanya nalar yang sesat.

Mereka juga salah dalam mengartikan tawassul sebagai syirik karena meminta kepada selain Allah. Ini merupakan problem klasik yang telah diulas, dibantah dan dijawab berulang kali oleh ulama ahlussunnah melalui berbagai tulisan mereka. Trancendent berarti ada pemahaman di luar akal yang sifatnya ta’abudi, sedangkan pemusyrikan terjadi karena ranah nalar dipaksakan memahami ranah tauhid yang hanya dimiliki Allah dan Rasulullah saw. Ahlussunnah menjaga betul keserasian nalar dalam menjangkau perihal yang trancendent, salah satu kitab yang membahasnya syawahidul haq karangan Yusuf an-Nabhani dan Mafahim yajibu an tushohhah karangan al-Musnid Assayyid Muhammad al-Maliky.


Jumat, 21 Desember 2012

Siapa gerangan Semut Sulaiman?



Siapa gerangan Semut Sulaiman?




Ø  dia adalah semut wanita (abu hanifah) bernama yamhalun (ad-damiri) juga bernama hazma/thohiyah/syahidah (sulaiman al-jamal), dan semut wanita ini pincang (al-birmawy).

Ø  ketika Sulaiman a.s berhajat menunaikan sholat istisqo' di lembah naml, semut wanita nan pincang ini berkata kepada kaumnya: ''wahai para semut masuklah kesarang, hingga jangan sampai kalian hancur akibat sulaiman dan kaumnya sedang mereka tidak tahu'' (an-naml:18).

Ø  semut ini lantas menjatuhkan diri di atas punggungnya seraya berdo'a: ''wahai Alloh, aku adalah makhluk dari beberapa makhluqMu, tiada kecukupan bagi kami selain rizkiMu, maka jangan Engkau hancurkan kami akibat dosa-dosa anak adam''. (sulaiman al-jamal).

Ø  Nabi Sulaiman a.s lantas tersenyum dan berdo'a mengharap syukur dan Ridho (an-Naml:19).

Ø  coba kita fikir polarisasi antara keduanya, manusia dan semut, laki-laki dan wanita, sempurna dan cacat, kaya raya dan fakir miskin, Nabi juga Rasul dan hamba, Raja adikuasa dan rakyat jelata.

Ø  yang terhebat dari kisah ini adalah Kehebatan Nabi Sulaiman a.s yang mampu menggerus rasa keegoisanNya, mematikan perasaanNya. Pengendalian diri yang sempurna. Berbeda jauh dengan apa yang sering kita lihat, manusia yang penuh egois, tidak ada kebenaran apapun selain dia, tidak ada yang boleh berlaku kecuali dia, hingga tak satupun ada darinya yang boleh tersentuh.

Ø  jika anda berkata: ''Sulaiman kan Nabi, sementara kita orang biasa, mana bisa meniruNya?''. Maka marilah kita jawab: ''bahwa perbedaan status Nabi dan manusia biasa bukanlah sebuah alasan untuk melakukan tindakan yang tak benar, perbedaan status janganlah menjadi tameng atas dihalalkannya tindakan buruk. Selebihnya adanya Nabi dan Rasul adalah akibat dari kedisiplinan, ketakwaan, dan ketaatan, bukan semata hadiah belaka dari Tuhan. Hingga di akhirat nanti setiap orang akan ditanya setiap amalnya tanpa ditanya statusnya. Jika Nabi sekaligus Raja adidaya yang memiliki segalanya bisa menghormati dan berendah diri terhadap semut, akankah anda yang manusia biasa bercongkak diri, dan melakukan dosa dengan beralasan perbedaan status?''.

Ø  kisah Nabi Sulaiman a.s dan semut ini disebutkan dalam alqur'an sebagai keteladaan dalam menghormati, menghargai, menjaga dan rasa toleransi terhadap sesama makhluk Tuhan.

Kamis, 20 Desember 2012

KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH



SIAPAKAH SYEH SITI JENAR

Oleh: KH.Shohibul Faroji Al-Robbani



Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit.

Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.

Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.

Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani.   Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.

Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.

Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad.

Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1.      Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2.      Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3.      Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4.      Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.

Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.

Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun.

Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.


KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:

1.      Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….
2.      “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3.      Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.
4.      Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.“
5.      Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yang sama. Tidak bisa diterima akal sehat.”

Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dengan Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dengan 3 kelas:
1)      Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali]
2)      Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fattah, Sultan Demak]
3)      Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar]

Wahai kaum muslimin melihat fenomena seperti ini, maka kita harus waspada terhadap upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yang berkedok orientalis terhadap penulisan sejarah Islam. Hati-hati jangan mau kita diadu dengan sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam.