Tampilkan postingan dengan label SAYYIDUNA MUHAMMAD SAW.. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SAYYIDUNA MUHAMMAD SAW.. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Januari 2013

MENGENAL PUTRA-PUTRI RASULULLAH SAW.



MENGENAL PUTRA-PUTRI RASULULLAH SAW.

Banyak riwayat yang berbeda tentang berapa jumlah putra-putri Rasulullah Saw. Ada yang mengatakan 6 atau 7 atau 11 dan 12. Di sini tidak akan menulis panjang lebar riwayat-riwayat tersebut, karena yang paling shahih adalah 7; 3 putra  dan 4 putri. Semua putra-putri Rasulullah Saw. terlahir dari Sayyidah Khadijah al-Kubra Ra. kecuali satu satu yaitu Sayyid Ibrohim.

Selengkapnya nama putra-putri Rasulullah Saw. Adalah:
·         Putra          : Ibrahim, Qasim dan Abdullah.
·         Putri          : Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fathimah.

Ibrahim adalah putra pertama Rasulullah Saw. yang dilahirkan sebelum kenabian. Ibrahim tidak berusia panjang, dia hidup hanya sampai seusia bisa berjalan. Pendapat lain menyatakan beliau hanya sampai usia 2 tahun.

Menurut riwayat Mujahid, Ibrahim hanya hidup cuma tujuh hari saja, namun riwayat ini dianggap keliru oleh Imam Ghallaby (Imam Fadhl bin Ghassan al-Ghollaby al-Baghdady. Seorang Muhaddits, Muarrikh yang wafat pada tahun 245 H. Rujuk ke kitab Mu'jam al-Muallifiin juz 8 halaman 71 dan kitab Hadiyyat al-'Arifiin juz 1 halaman 181), beliau mengatakan bahwa yang benar adalah Ibrahim hidup selama 17 bulan.

Ibnu Faris berkata bahwa Ibrahim hidup sampai ia bisa naik kendaraan (onta atau kuda) dan meninggal sebelum bi'tsah.

Dalam kitab al-Mustadrak karya al-Faryabiy (Imam al-Faryaby adalah Ja'far bin Muhammad bin Hasan bin Mustafadh Abubakar al-Faryaby. Masa hidup beliau antara 207-301 H. Beliau seorang Qadhi dan Muhaddits. Rujuk ke kitab al- A'laam juz 2 halaman 127 atau kitab Syadzaraat adz-Dzahab juz 2 halaman 235 atau kitab Tarikh Baghdad juz 7 halaman 199 atau Tadzkirat al-Huffadz juz 2 halaman 692 dan Mu'jam al-Buldan juz 6 halaman 372). Beliau mengatakan tidak ada dalil atau bukti akurat bahwa Ibrahim meninggal dalam masa Islam. Ibrahim adalah putra pertama Rasulullah Saw. yang meninggal dunia.

Sedangkan Zainab adalah putri Rasulullah Saw. yang paling besar diantara anak perempuan Rasulullah Saw. yang lain, dan ini tanpa ada ikhtilaf. Yang terjadi ikhtilaf  (kontrofesi) hanya pada apakah Zainab dilahirkan sebelum Qasim ataukah Qasim dulu baru Zainab. Menurut Ibnu Ishaq, Zainab lahir pada tahun 33 dari kelahiran Rasulullah Saw. menemui masa Islam dan ikut berhijrah. Zainab wafat tahun  8 H di pangkuan suaminya (anak laki-laki dari bibi Zainab sendiri) yaitu Abul 'Ash Laqith, ada yang mengatakan namanya adalah Muhsyam bin Rabi' bin Abdul 'Uzza bin Abdu asy-Syams.

Zainab mempunyai putra bernama Ali tapi meninggal saat masih kecil dan belum baligh. Rasulullah Saw. pernah memangku Ali naik kendaraan pada saat Fathu Makkah. Kemudian lahir pula dari Zainab ini Umamah, dimana Rasulullah Saw. pernah membawanya sholat Shubuh dan berada di pundak Rasulullah Saw. Saat Rasulullah Saw. ruku', Umamah pun diletakkannya dan ketika bangun dari sujud untuk melanjutkan rakaat berikutnya Umamah pun diangkatnya kembali di pundak beliau Saw. (Lihat dalam Shahih Muslim Bab al-Masajid, hadits no. 42, Shahih Bukhori Kitab al-Adab Bab 18 hadits no. 5696, Abu Dawud Kitab Sholat Bab 165 hadits no. 918 dll). Zainab ini pada akhirnya dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib setelah wafatnya Fathimah az-Zahra.

Putri Rasulullah Saw. yang bernama Ruqayyah lahir pada tahun 33 dari kelahiran Rasulullah Saw. Menurut Zuber bin Bakr dan lainnya bahwa Ruqayyah adalah perempuan yang paling besar diantara putri-putri Rasulullah Saw. Pendapat ini dishahihkan oleh al-Jurjany. Namun yang paling shahih adalah sebagaimana mayoritas ulama mengatakan Zainab adalah anak perempuan Rasulullah Saw. yang paling besar dintara putri Rasulullah Saw. lainnya.

Ruqayyah menikah denga 'Utbah bin Abu Lahab dan adiknya Ummu Kultsum menikah dengan saudara 'Utbah sendiri yaitu 'Utaibah. Ketika turun ayat:

تبت يدا أبى لهب وتب

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa". (QS. al-Lahab ayat 1).

Abu Lahab berkata kepada kedua anaknya: “Kalian akan aku bunuh jika tidak berpisah dengan kedua anak Muhammad.”  Lalu keduanyapun menceraikan masing-masing istrinya dan belum sempat mendukhul/menjima'nya.

Utsman bin 'Affan lalu menikahi Ruqayyah di Makkah. Beliau bersama istrinya Ruqayyah ikut hijrah dua kali bersama Rasulullah Saw. ke bumi Habsyah (Afrika). Ruqayyah adalah salah seorang putri Rasulullah Saw.yang parasnya cantik. Ruqayyah wafat pada saat ayahanda tercintanya yaitu Rasulullah Saw. sedang berjihad dalam perang Badr. Dalam riwayat Ibnu Abbas, ketika Rasulullah Saw. ta'ziyah setelah selesai berjihad dan datang ke rumah putrinya, beliau Saw. bersabda:

الحمد لله دفن البنات من المكرمات

“Segala puji bagi Allah yang telah mengambil diantara wanita-wanita yang teramat mulia, yakni Ruqayyah". (HR ad-Daulaby dalaam Tarikh Baghdad karya al-Khathib al-Baghdady juz 5 halaman 67 dan 7.291 atau kitab Tahdzib Tarikh Dimasyqy karya Ibnu Asakir juz 1 halaman 298 dan juz 7 halaman 279, Hilyat al-Auliya juz 5 halaman 209, dan Tafsir al-Qurthuby juz 17 halaman 82 dll).

Putri Kanjeng Rasulullah Saw. yang bernama Ummu Kultsum menikah dengan 'Utsman Bin 'Affan pada tahun 3 H. Ummu Kultsum wafat pada tahun 9 H. Rasulullah Saw. sendiri yang menjadi imam sholatnya. Sedangkan yang menggali kuburan adalah Ali bin Abi Thalib, Fadhl dan Usamah bin Zaid.

Dalam Shahih Bukhori dijelaskan bahwa Rasulullah Saw. ketika berada di samping kuburan Ummu Kultsum, nampak kedua mata beliau menitikkan air mata. Lalu beliau berkata: "Siapakah diantara kalian yang bersedia meletakkan jasad putriku ke dalam liang lahat?"

Lalu Abu Thalhah berkata: "Saya Ya Rasulallah."

Kemudian Rasulullah Saw. pun memerintahkan Abu Thalhah untuk turun ke kuburan.

Sedangkan Fathimah az-Zahra al-Batul menurut Abu Umar dilahirkan tahun 41 setelah kelahiran Rasulullah Saw. Ini bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq bahwa beliau berkata: “Semua putra-putri Rasulullah Saw. dilahirkan sebelum nubuwwah kecuali Ibrahim.” Menurut Ibnu al-Jauzy bahwa Fathimah az-Zahra al-Batul dilahirkan 5 tahun sebelum nubuwwah.

Dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa putri Rasulullah Saw. yang bernama Fathimah ini, disebut Fathimah (menjaga/menutupi/melepas) karena Allah Swt. telah menjaga Fathimah beserta keluarganya dari neraka kelak pada hari kiamat. (HR. Al-Hafidz d-Dimasyqiy). Sedangkan menurut riwayat al-Ghassany dan al-Khathib karena Allah Swt. menjaga Fathimah dan orang-orang yang mencintainya dari nerka. (Lihat Imam as-Suyuthi dalam Jam' al-Jawami' no. 7780 atau Kanz al-Umal no.. 34227 dan Tanziih asy-Syari'ah karya Ibnu al-'Iraqiy juz 1 halaman 413).

Sedangkan Fathimah disebut al-Batul (terputus/terpisah) karena Fathimah berbeda dengan wanita-wanita lain di masanya baik dalam soal agama, keutamaan dan keturununanya. Menurut pendapat lain karena Fathimah adalah wanita yang melepaskan hatinya dari dunia dan selalu asyik dengan Allah. Demikian menurut Ibnu al-Atsir.

Fathimah az-Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib pada tahun ke-2 Hijriyyah. Pendapat lain mengatakan setelah terjadi perang Uhud. Pendapat lainnya mengatakan Fathimah menikah dengan Sayidina Ali 4,5 bulan setelah Rasulullah Saw. menikahi 'Aisyah. Pendapat lain mengatakan terjadi di bulan Shafar tahun 2 H. Dan masih ada beberapa riwayat lain yang berbeda.

Saat menikah dengan Ali bin Abi Thalib, usia Fathimah az-Zahra adalah 15 tahun 5 bulan setengah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib usianya 21 tahun 5 bulan. Ada riwayat lain juga yang berbeda.

Menurut Abu Umar Fathimah dan Ummu Kultsum adalah paling utama-utamanya putri Rasulullah Saw. Fathimah adalah putri Rasulullah Saw. yang sangat dicintai oleh Rasulullah Saw. Jika Rasulullah Saw. hendak bepergian, beliau lebih dulu mencium putrinya Fathimah. Begitupun setelah pulang dari bepergian,Fathimah lah yang lebih dulu ditemui oleh Rasulullah Saw.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda: "Fathimah adalah bagian dariku. Barangsiapa memurkainya berarti telah memurkaiku." (HR. Bukhari no. 3417, al-Hakim dalam al-Mustadrak juz 3 halaman 158, as-Sunan al-Kubra Imam Baihaqiy juz 7 halaman 64 dll).

Dalam hadits lainnya Rasulullah Saw. berkata kepada putri tercintanya ini: “Fathimah apakah engkau ridho bahwa engkau adalah pemimpin dari seluruh wanita mukmin.” (HR. Muslim no. 98, Musykil al-Atsar karya ath-Thahawy juz 1 halaman 51, Ithaf as-Sadat al-Muttaqin karya az-Zabidy juz 6 halaman 244 dll).

Sedang dalam riwayat Ahmad Rasulullah Saw. bersabda: “Fathimah adalah paling utamanya wanita surga.” (HR. Ahmad juz 3 halaman 80 dan juz 5 halaman 391 dll).

Fathimah az-Zahra al-Batul wafat 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah Saw. pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 11 H. Wafat dalam usia 29 tahun.

Pernikahan Fathimah az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib melahirkan Hasan, Husein dan Muhassin (ada yang mengatakan Muhsin). Muhassin meninggal saat masih kecil, kemudian Ummu Kultsum dan Zainab.

Rasulullah Saw. tidak punya keturunan selain dari putrinya Fathimah ini yang kemudian nasab Rasulullah Saw. yang mulia ini tersebar melalui Sayyidinaa Hasan dan Husein. Sehingga jika dinisbatkan kepada keduanya, maka muncul al-Hasany dan al-Husainy. Diantara generasi pertama dari Dzurriyyah Sayyidina Husein adalah keluarga Ishaq bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal Abidin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib al-Ishaqy. Yang kemudian disebut al-Husainy al-Ishaqy.

Ishaq ini adalah suami sayyidah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Terlahir dari sini dua orang yaitu Qasim dan Ummu Kultsum, namun tidak punya keturunan.

Kemudian Umar bin Khaththab menikahi Ummu Kultsum binti Fathimah mempunyai dua anak yang bernama Zaid dan Ruqayyah namun tidak punya keturunan. Kemudian Ummu Kultsum menikah lagi setelah wafatnya Umar bin Khaththab dengan 'Aun bin Ja'far.

Setelah 'Aun meninggal Ummu Kultsum menikah lagi dengan saudaranya 'Aun sendiri yaitu Muhammad bin Ja'far. Lalu Muhammad bin Ja'far pun wafat. Setelah wafatnya Muhammad bin Ja'far,Ummu Kultsum menikah lagi dengan saudara dari 'Aun dan Muhammad ini yaitu Abdullah bin Ja'far lalu dengan yang terakhir ini Ummu Kultsum wafat.

Dari ketiga saudara yang menikahi Ummu Kultsum ini tidak ada yang memberi keturunan, hanya satu dari Muhammad bin Ja'far yaitu anak perempuan kecil yang akhirnya tidak juga punya keturunan.

Setelah wafatnya Ummu Kultsum, maka Abdullah bin Ja'far pun menikahi saudara perempuan Ummu Kultsum yang bernama Zainab binti Fathimah dan mempunyai beberapa orang anak diantaranya adalah Ali dan Ummu Kultsum. Ummu Kultsum yang ini menikah dengan anak pamannya sendiri yang bernama Qasim bin Muhammad bin Ja'far bin Abi Thalib, dan punya beberapa anak diantaranya Fathimah yang kemudian dinikahi oleh Hamzah bin Abdullah bin Zuber bin Awwam yang juga punya keturunan.

Jadi di sini ada kesimpulan penting bahwa keturunan dari Abdullah bin Ja'far tersebar melalui Ali dan adiknya Ummu Kultsum yang dua-duanya ini terlahir dari rahim Zaenab binti Fathimah az-Zahra.

Dzurriyyah yang datang setelahnya dari keturunan ini biasa disebut dengan Ja'fary. Berarti jelas tak ada keraguan sedikitpun mengenai kemuliaan nasab ini. Bagaimanapun kemuliaan keluarga yang dinisbatkan kepada Ja'far ini tetap di bawah kemuliaan Dzurriyyah yang dinisbatkan kepada Sayyidina Hasan dan Husein. Laqab atau gelar Syarif (orang-orang mulia berdasar keturunan) ini juga diberikan pada golongan Abbas atau Abbasiyyun karena mereka berasal dari keluarga Bani Hasyim.

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata bahwa golongan gelar Syarif diberikan kepada Abbasiyyin di Baghdad dan gelar  Alawy di mesir. Syarif dan Alawy maknanya sama yaitu mulia.

Wallahu al-Musta’aan

Sya’roni, Indramayu 13 Rabi’ul Awwal 1434 H

Senin, 21 Januari 2013

MIN SYAMAIL MUHAMMAD SAW.



MIN SYAMAIL MUHAMMAD SAW.

Oleh: KH.
Husein Muhammad Cirebon

1.      Dia (Saw.) sering duduk dalam posisi yang sama bersama-sama orang-orang fakir dan mengambilkan untuk mereka makanan dengan tangannya sendiri
2.      Dia (Saw.) tidak pernah bertindak kasar kepada siapapun dan memaafkan orang yang meminta maaf.
3.      Dia (Saw.) tidak pernah mencaci siapapun: “Aku tidak diutus untuk itu” katanya.
4.      Dia (Saw.) tidak pernah merendahkan dan memukul perempuan, isteri dan pembantunya
5.      Bila ada orang yang mencaci-maki orang lain, Nabi (Saw.) mengatakan: “Tolong tinggalkan cara seperti itu”.
6.      Bila ada orang berbicara dengan suara tinggi, dia (Saw.) menahan diri dan sabar
7.      Bila datang kepada hamba-sahayanya, laki-laki atau perempuan, dia (Saw.) mengajaknya berdiri dan membantu keperluannya
8.      Bila ada orang yang duduk menunggunya ketika sedang shalat, dia mempersingkat shalatnya lalu menemuinya sambil mengatakan: “Apakah ada yang bisa aku bantu?”
9.      Ketika mendengar cucunya menangis, dia (Saw.) menyegerakan shalatnya, lalu menemui dan menggendongnya
10.  Ketika dia (Saw.) masuk dalam suatu majlis, beliau duduk di tempat mana saja yang kosong yang dilihatnya pertama kali
11.  Dia (Saw.) mencuci pakaiannya sendiri, menjahit atau menambal yang sobek daripadanya, memperbaiki alas kakinya, melayani dirinya sendiri, memberi makan untanya, menggiling gandum dengan tangannya sendiri, makan bersama pelayan, memasak bersamanya dan membawa barang-barangnya sendiri ke pasar
12.  Seorang hamba sahaya perempuan Madinah memegang tangan Nabi (Saw.). Beliau (Saw.) menyambutnya dengan mengatakan: “Apakah ada yang bisa aku bantu, wahai ibu si Fulan?. Aku akan membantu dan mengantarkanmu ke mana kamu mau. Dan beliau lalu mengantarkannya”
13.  Imam al-Ghazali mengatakan: “Nabi (Saw.) sering tak punya uang. Jika ada uang lebih dari keperluan hari itu, dia (Saw.) akan mencari orang yang membutuhkannya. Jika tak menemukannya, dia (Saw.) tak kembali pulang, melainkan menunggu saja sampai menemukannya”
14.  Meskipun dia (Saw.) seorang pemimpin besar, rumahnya tak dijaga oleh siapapun
15.  Dia (Saw.) dicintai rakyat yang dipinggirkan karena dia (Saw.) menerima mereka dengan kebaikan hati dan mendengarkan dengan setia keluh-kesah mereka
16.  Ketika dia (Saw.) memiliki kekuasaan yang amat besar, dia (Saw.) tetap saja sederhana dalam sikap dan penampilannya, sama seperti ketika dia (Saw.) sengsara.


Mohammad Iqbal, filsuf dan penyair besar dari Pakistan, bersenandung:

“O, Tuhan,
Sinarilah dunia, yang terlalu lama dalam kegelapan
Dengan nama Muhammad yang cemerlang”

Shalawat dan Salam tak terbatas untukmu,
O, Nabi yang agung, Nabi yang mulia
Nabi yang awal dan yang akhir.

Kamis, 03 Januari 2013

BURDAH KA'AB BIN ZUHAIR RA



BURDAH KA'AB BIN ZUHAIR RA



Memetakan hak-hak Allah dan RasulNya adalah satu diantara tujuan penting dalam aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Tidak heran jika beberapa orang dengan intuisi sastra transcendent (sufi) menuangkan buah tulisannya perihal hubungan dirinya dengan Allah dan RasulNya. Jika saja kita dapat merangkai sebuah tema sentral mengenai tujuan hidup kita, tak lain mencerna serta memahami perilaku salik (orang yang menuju ridlo Allah) untuk mencapai Akhlaqul Karimah. Lewat karya-karya sastra merekalah kita bisa meneguhkan aqidah kita.

Memuji Rasulullah adalah sebuah hal terpuji. Para sahabat Rasulullah seringkali mengungkapkan pujian kepada Rasulullah dalam gubahan syair di depan beliau, bahkan menyampaikannya ketika sedang berada di masjid. Rasulullah pun senang dengan pujian syair yang mereka lantunkan. Terdapat beberapa sahabat yang dikenal sebagai penyair di era nabi, diantaranya adalah Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Rowahah, dan Ka'ab bin Zuhair. Sebuah syair yang terkenal dalam memuji Rasulullah adalah syi'ir Ka'ab bin Zuhair yang dikenal dengan "banat su'ad". Syair ini secara keseluruhan berjumlah 34 bait.

Ka’ab bin Zuhair adalah seorang penyair. Sebelum memeluk Islam, ia pernah membuat tiga bait syair yang membuat nabi murka dan menghalalkan darahnya. Dalam syair itu, ia mencela kakaknya, Bujair bin Ka’ab yang telah masuk islam setelah bertemu nabi termasuk celaan kepada Abu Bakar as-Shiddiq. Ketika syair ini sampai ke telinga Rasulullah, beliau berkata, “siapa yang bertemu Ka’ab, maka bunuhlah dia”. Mendengar nabi saw murka, Bujair mengirimkan sebuah surat kepada adiknya tentang sabda Nabi tersebut dan mengajaknya untuk masuk Islam. Maka ia pun datang ke kota Madinah untuk menyatakan Islamnya dan menemui nabi yang ketika itu sedang berada di masjid. Ia pun menyatakan keislamannya di depan nabi dan merubah isi syair yang mencela Abu Bakar lalu melantunkan sebuah syair yang keindahannya diakui oleh para pakar bahasa, yang diawali dengan bait banat su’adu fa qolbil yauma matbulu.

بانت سعاد فقلبي اليوم متبول
متيم إثرها لم يفد مكبو ل.
ان الرسول لسيف يستضاء به
مهند بسيف من سيوف الله مسلول

Ketika Ka’ab sedang melantunkan syairnya tersebut, Rasulullah memberi isyarat kepada sahabatnya untuk mendengarkan, bahkan Rasulullah lalu memberikan hadiah berupa sebuah burdah. Cerita tentang Ka’ab bin Zuhair diriwayatkan selengkapnya oleh al-Hakim dalam al-mustadrok ala ash-shohihain, juga disebutkan dalam al-ishobah karangan Ibnu Hajar al-Asqollani dan usdul ghobah karya Ibnul Atsir.

Dari cerita di atas, dapat kita lihat bahwa bersyair yang berisi pujian untuk Rasulullah bukan merupakan hal tercela. Rasulullah sendiri senang dengan pujian yang ditujukan padanya dan menyuruh para sahabat untuk menyimaknya meskipun syair itu disampaikan di dalam masjid. Tidak berhenti di situ, Rasulullah pun memberikan hadiah untuk sang penggubah syair Ka’ab bin Zuhair.

Tentang syirik yang dituduhkan mereka kepada al-Imam al-Bushiri karena menyifati makhluknya (baca: Rasulullah) dengan sifat Allah dan menisbahkan pekerjaan yang hak Allah. Seperti Rasulullah sebagai makhluk disifati sebagai pemberi hidayah, syafa’at dan semisalnya, justifikasi syirik tersebut disebabkan kesalahan mereka dalam memahami bait-bait pujian tidak dengan proporsional.

Mereka menggunakan dalil sebuah hadits, “jangan berlebihan dalam memujiku seperti orang nashrani memuji Isa putra Maryam”. Hadits ini bukanlah larangan dalam berlebihan memuji nabi, tetapi larangan untuk menuhankan Rasulullah sebagaimana kaum nashrani menuhankan nabi Isa alaihis salam. Bukankah Allah sendiri telah menyebut hambanya tersebut dengan sebutan ro’uf dan rohim dalam al-Qur’an, padahal Allah pemilik sifat rohim seperti tersebut dalam basmalah?

Diantara kesesatan nalar itu adalah menyalahkan saudara seiman karena membaca syair meskipun bacaan tersebut berisi pujian untuk nabi Muhammad saw. Pujian kepada Rasulullah dianggap oleh kaum extremist terlalu berlebihan dan fakta di lapangan telah diclaim ke dalam kekafiran atau syirik karena menyekutukan Allah, mencampur aduk sifat Allah atau menisbahkan sebuah pekerjaan yang hanya merupakan pekerjaanNya kepada makhluknya. Al-Imam al-Bushiri, pengarang qasidah yang dikenal dengan nama burdah, sering menjadi sasaran kritik dalam masalah ini. Mereka bahkan mengatakan bahwa burdah adalah qasidah syirik, tidak lain hanya nalar yang sesat.

Mereka juga salah dalam mengartikan tawassul sebagai syirik karena meminta kepada selain Allah. Ini merupakan problem klasik yang telah diulas, dibantah dan dijawab berulang kali oleh ulama ahlussunnah melalui berbagai tulisan mereka. Trancendent berarti ada pemahaman di luar akal yang sifatnya ta’abudi, sedangkan pemusyrikan terjadi karena ranah nalar dipaksakan memahami ranah tauhid yang hanya dimiliki Allah dan Rasulullah saw. Ahlussunnah menjaga betul keserasian nalar dalam menjangkau perihal yang trancendent, salah satu kitab yang membahasnya syawahidul haq karangan Yusuf an-Nabhani dan Mafahim yajibu an tushohhah karangan al-Musnid Assayyid Muhammad al-Maliky.