Jumat, 02 November 2012

Gus Dur Dan Wali



Gus Dur Dan Wali


Mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah kedatangan tamu istimewa yang berpakaian lusuh namun ternyata seorang wali. Menurut pengakuan salah satu santri Gus Dur bernama Nuruddin Hidayat, setiap menerima tamu Gus Dur berpenampilan santai. Namun
suatu ketika Gus Dur pernah meminta untuk dipakaiakan baju takwa, kain sarung dan peci, seperti ketika mau sholat Idul Fitri.
Tamu yang akan diterimanya itu ternyata dari Aceh menggunakan berpakaian sederhana, dekil, dan memakai celana sebetis. Setelah keduanya bersalaman, Gus Dur dan sang tamu duduk di karpet tetapi tak ada obrolan di antara keduanya. Gus Dur tidur, tamunya juga tidur, suasana menjadi sunyi yang berlangsung sekitar 15 menit.
Setelah sang tamu bangun, ia langsung pamit pulang, tak ada pembicaraan. Nuruddin merasa penasaran, segera bertanya kepada Gus Dur setelah sang tamu pulang. Dia kaget mendengar penjelasan Gus Dur bahwa tamu tersebut adalah wali dari Aceh bernama
Tengku Beurahim Wayla dari Aceh Barat.
"Itu Wali, tidak ada yang seperti beliau di Indonesia, adanya di Sudan,” ungkap Gus Dur. Sebagian masyarakat Aceh Barat menyebutnya sebagai 'Dewa Tidur', yang menghabiskan hari-harinya dengan tidur. Tgk Ibrahim Woyla juga bisa mengetahui perilaku seseorang dan sering sekali orang yang menemui beliau dibacakan kesalahannya untuk diperbaiki.
Sebelum terjadinya tsunami, Abu Ibrahim yang pernah mengatakan; air laut bakal naik sampai setinggi pohon kelapa, terbukti tsunami. Tokoh kharismatik ini meninggal
pada Juli 2009 dalam usia 90 tahun di Desa Pasi Aceh, Woyla, Kabupaten Aceh Barat dan dikebumikan tak jauh dari rumahnya.
Wali memang kekasih Allah, tetapi diantara wali sendiri terdapat tingkatan-tingkatan. Semakin tinggi tingkatan seorang wali, mereka yang posisinya lebih rendah akan lebih menghormatinya.
Kali ini, cerita salah satu karomah Gus Dur diungkapkan oleh KH. Said Aqil Sirodj saat menjalankan umrah Ramadhan, ketika Gus Dur masih menjadi ketua umum PBNU. Kang Said menuturkan setelah sholat Tarawih berjamaah, ia diajak oleh Gus Dur untuk mencari orang
yang khowash (khusus), yang ibadahnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan malu mengharapkan pahala, meskipun itu tidak dilarang. Mereka sudah berprinsip, manusia
datangnya dari Allah, maka dalam beribadah, tak sepantasnya mengharapkan imbalan.
Berdua bersama Gus Dur, mereka mengunjungi satu per satu kelompok orang yang member pengajian, ada yang jenggotnya panjang, ada yang kitabnya setumpuk dan mampu menjawab segala macam pertanyaan, ada yang jamaahnya banyak, tetapi semuanya dilewati.
Lalu sampailah mereka di hadapan seorang Mesir yang sederhana, surbannya tidak besar, duduk di sebuah sudut. Kang Said selanjutnya diminta oleh Gus Dur untuk memperkenalkan dirinya sebagai Ketua Umum Nahdlatul Ulama dari Indonesia.
Tak seperti biasanya, orang Mesir terkenal dengan keramahannya, biasanya langsung ahlan wasahlan ketika menerima tamu, tetapi yang satu ini bersikap agak ketus ketika ditanya. Kang Said menyampaikan niat dari Gus Dur untuk meminta sekedar doa selamat dari orang tersebut. Setelah berdoa ia langsung lari, dan menarik sajadahnya sambil berkata; “Dosa apa aku ya Robbi sampai Engkau buka rahasiaku dengan orang ini”.
Kang Said berkesimpulan bahwa orang tersebut merupakan wali yang sedang bersembunyi, jangan sampai orang lain tahu bahwa ia adalah wali, tetapi ternyata kewaliannya diketahui oleh Gus Dur, yang derajat kewaliannya lebih tinggi, dan ia merasa rahasianya terungkap karena ia memiliki dosa.

Dari berbagai sumber
Sya’roni As-Samfuriy, 17 Dzul Hijjah 1433

Tidak ada komentar:

Posting Komentar