ILMU AQO’ID
Pengertian Islam dan Iman
Oleh: KH. Abdul Wahhab Chasbullah
Islam
adalah menjalankan syari’at junjungan
kita Nabi Agung Muhammad Saw. dengan anggota dzahir (anggota badan) kita, dengan cara mengikuti apa yang
dijalankannya dan mentaati apa yang diperintahkannya.
Sedangkan
Iman
adalah kepercayaan hati kita pada apa yang telah difirmankan Allah Swt. kepada Nabi
Agung Muhammad Saw. (kalamullah) dan
yang disabdakan oleh Nabi Agung Muhammad Saw. sendiri (hadits).
Barangsiapa yang telah
bersifat islam, maka ia dinamakan muslim,
dan barangsiapa yang bersifat iman,
maka ia dinamai orang mu’min. Dan sesungguhnya islam dan iman itu tidak dapat
dipisahkan.
Dengan demikian,
apabila seorang islam tetapi tidak iman, maka ia tidak akan mendapat faedah di
akhirat kelak, walapun dzahirnya islam. Inilah yang disebut dengan kafir zindiq dan akan berada di dalam siksa neraka selama-lamanya.
Begitu juga
sebaliknya, jika seorang beriman
tetapi tidak islam, maka ia tidak
selamat dari siksa neraka yang amat hebat. Mereka itu bukanlah mu’min muslim
asli tetapi mu’min muslim taba’i, yang beriman dan berislam karena mengikuti
kedua orang tuanya atau nenek moyangnya.
Di sini kita bisa
mengatakan bahwa sebagian bangsa Indonesia adalah orang islam dan mu’min entah
asli atau taba’i. Oleh karenanya jika mereka mati, mayitnya harus diurus secara
islam. Kecuali orang yang telah murtad, yaitu orang yang pernah berbuat atau
mengucapkan perkataan kufur seperti mengatakan tidak adanya Tuhan Allah Ta’ala
atau mengatakan bahwa Tuhan Allah itu Satu tetapi pecah menjadi tiga, atau tiga
tapi jadi satu, atau mengatakan bahwa Allah itu pernah menjelma atau bahwa
Allah itu bertempat duduk di jantung hati, atau mengatakan bahwa sembahyang itu
tidak ada gunanya, dan lain sebagainya.
Apabila seseorang
telah muratd, maka tidak sekali-kali dianggap sebagai orang islam ataupun mu’min,
dan jikalau ia mati, padahal belum pernah terlihat taubatnya, maka mayitnya tidak
boleh diurus secara Islam.
Demikian diterangkan oleh KH. Abdul Wahab
Chasbullah dalam Majalah Oetusan Nahdlatul Oelama. Penulisan ulangan tulisan
beliau ini tentunya disertai perubahan ejaan dan gaya bahasa yang berlaku
sekarang (EYD) untuk mempermudah pemahaman.
Sumber: Oetusan Nahdlatul Oelama, No1. Tahun ke-1
Sya’roni
As-Samfuriy, Indramayu 09 Muharram 1434 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar