Minggu, 18 November 2012

Membersihkan Hati dan Mengatasi Keraguan Dalam Beribadah


Membersihkan Hati dan Mengatasi Keraguan Dalam Beribadah
Oleh: Maulana Al-Habib Luthfi Bin Yahya 

Siapapun yang ma’rifatnya hidup, hatinya hidup, akan resah dengan apa yang ada dalam hatinya. Kalau-kalau ada penyakit bathiniyah. Bagi orang yang kesadarannya tinggi itu sangat meresahkan.
Cara mengatasinya, pertama, bertaqarub kepada Allah melalui thariqat. Mengganti sifat-sifat yang kurang baik, yang melekat di hati dengan sifat-sifat yang baik, yang senantiasa mengajak kita bertaqarub kepada Allah Swt.
Kedua, kita berusaha menganti ukiran-ukiran yang buruk dalam hati kita dengan ukiran-ukiran yang indah, dengan cara berusaha menjalankan perintah Allah Swt. dan sunnah Baginda Nabi Saw. Kemudian mendekatkan diri kita pada ulama, menghadiri ta’lim-ta’lim mereka. Karena duduk bersama para alim ulama menimbulkan daya tarik tersendiri bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.
Ketahuilah, manusia itu tempatnya kekurangan. Siapapun mempunyai sifat kekurangan. Mari kita sama-sama belajar mengurangi (bukan menutup-nutupi) kekurangan yang ada pada diri kita masing-masing dengan cara berdzikir. Allah Swt. berfirman: “Berdzikir itu menenangkan hati”. Jika hati kita tenang, insyaAllah kita akan lebih mudah mengndalikan keinginan kita untuk berbuat maksiat.
Sebetulnya, kalau kita mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan perasaan yang masih kurang sempurna, itu baik. Sebab, perasaan ini akan mendorong kita untuk meningkatkan kualitas ibdah kita dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan memperbaiki amal ibadah kita, sekalipun orang lain menilai amal ibadah kita sudah sangat bagus.
Jadi, ada baiknya perasaan tersebut dipelihara. Tapi, ingat, jangan menggunakan keyakinan kita. Sebab, kalau masuk ke masalah keyakinan, akan muncul rasa syak dan ragu. Misalnya, benarkah shalat yang kita jalankan itu merupakan perintah Allah Swt.?
Kita harus yakin, apa yang kita kerjakan adalah perintah Allah Swt. Kita mengerjakannya untuk mentaati perintahNya. Adapun diterima atau tidak, itu urusan Allah Swt. Itu mutlak hak Allah Ta’ala. Memang, kita menginginkan amal ibadah itu diterima. Tapi mau diberi pahala atau tidak, itu urusan Allah Ta’ala. Itulah yang paling baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar